TEORI KEPIMPINAN
Apa
itu kepemimpinan ?
Kepemimpinan
dan manajemen adalah dua istilah yang acap kali membingungkan. Tidak semua
pemimpin adalah manajer, sedangkan dalam hal ini semua manajer adalah pemimpin.
Manajemen terkait dengan usaha menangani kompleksitas. Manajemen yang baik
menghasilkan keteraturan dan konsitensi dengan cara mempersiapkan rencana
formal, merancang struktur organisasi yang kuat, dan memonitor hasil
berdasarkan rencana. Hanya saja karena sebuah organisasi mengangkat manajer dengan
hak formal tertentu tetapi tidak ada jaminan mereka akan memimpin secara
efektif. Sebaliknya kepemimpinan berkaitan dengan perubahan. Pemimpin
menentukan arah dengan cara mengembangkan suatu visi masa depan, kemudian
mereka menyatukan orang-orang dengan mengkomunikasikan visi lain dan
menginspirasi mereka untuk mengatasi berbagai rintangan. Kita mendefinikan
kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah
pencapaian visi atau serangkaian tujuan.
Organisasi
membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat agar efektivitasnya optimal.
Di dunia yang dinamis sekarang, kita membutuhkan pemimpin yang berani menentang
status quo, menciptakan visi masa depan, dan mengilhami angota-anggota
organisasi untuk secara sukarela mencapai visi tersebut. Organisasi juga
membutuhkan para manajer untuk merumuskan rencana yang mendetail, menciptakan
struktur organisasi yang efisien, dan mengawasi operasi sehari-hari.
Mari
sekarang kita lihat beberapa teori-teori yang membahas dan telah meneliti mengenai
kepemimpinan.
Teori
Sifat
Teori
sifat kepemimpinan membedakan pemimpin dan bukan pemimpin dengan berfokus pada
berbagai sifat dan karakteristik pribadi. Beberapa contoh sifat – sifat
kepemimpinan yang terlihat dalam seorang tokoh pemimpin antara lain :
1.
Tegas,
berani
2.
Kreatif
dan fleksibel
3.
Konsisten,
disiplin
4.
Terbuka,
mudah bergaul
Mahatma Gandhi
2 Oktober 1869 – 30 Januari 1948
Beberapa
kajian menunjukkan bahwa sifat lain yang kiranya menunjukkan kepemimpinan yang
efektif adalah Kecerdasan Emosional ( Emotional Intelligence – EI ) yang
menyatakan bahwa dimana tanpa EI, seseorang bisa saja mempunyai pendidikan yang
luar biasa, kemampuan analisis yang tajam, visi yang hebat dan ide- ide
cemerlang tetapi tidak bisa menjadi pemimpin yang besar. Salah satu komponen EI
adalah empati. Pemimpin yang mempunyai sifat empati bisa merasakan kebutuhan
orang lain, mendengan apa yang dikatakan dan tidak diucapkan oleh anak buahnya
dan mampu membaca reaksi orang lain.
Berdasarkan
temuan-temuan terakhir, ada dua kesimpulan mengenai teori sifat :
1. Sifat
memang dapat memprediksi kepemimpinan
2. Sifat- sifat kepemimpinan lebih
baik dalam memprediksi munculnya pemimpin dan tampilnya kepemimpinan daripada
membedakan antara pemimpin yang efektif dan tidak efektif.
Teori
Perilaku
Kegagalan
teori sifat kepemimpinan yang sebelumnya mendorong para peneliti pada akhir
tahun 1940-an hingga 1960-an mengambil langkah yang berbeda, dimana mereka
mulai melihat perilaku- perilaku yang ditampilkan oleh pemimpin tertentu.
Mereka bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang unik dalam cara pemimpin yang
efektif berperilaku? Teori perilaku adalah teori – teori yang mengemukakan
bahwa beberapa perilaku tertentu membedakan pemimpin dari mereka yang bukan
pemimpin.
Dalam
kajian dari Ohio State University yang berusaha
mengidentifikasi dimensi independen dari perilaku pemimpin. Berdasar kajian
tersebut, ada dua dimensi utama dari teori perilaku kepemimpinan yang
dideskripsikan oleh karyawan adalah sebagai berikut :
1.
Dimensi
struktur awal yaitu seorang pemimpin yang mempunyai struktur awal yang tinggi
adalah seorang pemimpin yang “memberikan anggota kelompok nya tugas – tugas
tertentu”, “ mengharapkan pekerja untuk mempertahankan standar kinerja
tertentu”, “menekankan pentingnya batas waktu”. Jenis perilaku kepemimpinan ini
mencoba untuk mengatur pekerjaan, hubungan kerja, dan tujuan.
2.
Tenggang
rasa, dideskripsikan sebagai tingkat sampai mana seorang pemimpin akan memiliki
hubungan pekerjaan yang ditandai oleh kesalingpercayaan, rasa hormat akan ide –
ide dan perasaan anak buahnya. Pemimpin yang mempunyai rasa tenggang rasa
tinggi akan membantu karyawan dengan masalah pribadi mereka, ramah dan tidak
sungkan untuk mendekati, memperlakukan semua karyawan adalah adil, dan
mengungkapkan apresiasi dan dukungan.
Dalam kajian University of Michigan,
dilakukan penelitian yang bertujuan menemukan karakteristik – karakteristik
perilaku dari pemimpin yang dianggap berhubungan dengan ukuran efektifitas
kinerja. Dari penelitian ini menghasilkan dua dimensi perilaku kepemimpinan :
1. Pemimpin
yang berorientasi karyawan
Pemimpin
ini menekankan hubungan antar personal mementingkan kebutuhan para karyawan,
dan menerima perbedaan individual di antara para anggota.
2. Pemimpin
yang berorientasi produksi
Pemimpin
ini menekankan aspek –aspek teknis atau tugas dari pekerjaan. Perhatian utama
mereka adalah penyelesaian tugas-tugas kelompok dan anggota kelompok adalah
salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Kesimpulan
dari kajian ini dengan tegas menganjurkan kepemimpinan yang berorientasi karyawan
dalam perilaku mereka. Pemimpin yang berorientasi karyawan terkait dengan
produktivitas kelompok yang lebih tinggi dan kepuasan kerja yang lebih baik
sebaliknya pemimpin yang berorientasi produksi cenderung mempunyai tingkat
produktivitas rendah dan tingkat kepuasan kerja yang buruk.
Teori
Kemungkinan
Hubungan
antara gaya dengan efektivitas kepemimpinan menunjukkan bahwagaya kepemimpinan
x tepat untuk kondisi a , sementara gaya y akan lebih sesuai dengan
kondisi b, dan gaya z untuk kondisi c. Terdapat beberapa model
pendekatan dalam teori ini yaitu :
1.
Model
Fiedler
2.
Teori
Situasional
3.
Model
Jalan – Tujuan
Model
Fiedler
Model
ini dikembangkan oleh Fred Fiedler, menyatakan bahwa kinerja kelompok yang
efektif tergantung pada kesesuaian antara gaya pemimpin dan sejauh
mana situasi tersebut memiliki kendali kepada pemimpin tersebut.
Langkah – langkah dalam model Fiedler :
1. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan.
Fiedler
meyakini bahwa salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil adalah gaya kepemimpinan
dasar seorang individu. Fiedler menciptakan kuesioner Least Preferred Co-Worker
(LPC ) yaitu suatu instrument yang digunakan untuk mengukur apakah seorang
berorientasi tugas atau hubungan.
Apabila
rekan kerja yang paling disukai dideskripsikan dalam pengertian relatif positif
( LPC tinggi ), respon tersebut berarti ingin menjalin hubungan pribadi yang
baik dengan rekan kerjannya itu. >> Berorientasi pada hubungan
Apabila
rekan kerja yang paling tidak disukai dinilai relatif tidak baik ( LPC rendah
), responden tersebut tertarik pada produktifitas dan karenanya akan. >>
Berorientasi tugas.
Fiedler
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang bersifat tetap dan tidak
berubah.
2. Memahami
situasi
Setelah
menaksir gaya kepemimpinan seseorang melalui kuesioner LPC, kita
harus memahami kepemimpinan dengan situasinya. Fiedler mengidentifikasi 3
faktor situasional yang menentukan efektifitas kepemimpinan yaitu :
a. Hubungan
Pemimpin – Anggota. Tingkat kepatuhan, kepercayaan, dan rasa hormat para
anggota terhadap pemimpin mereka
b. Struktur
Tugas. Tingkat sejauh mana menentukan pekerjaan diproseduralkan ( yaitu
terstruktur dan tidak terstruktur )
c. Kekuatan
Posisi. Tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin atas variabel
–variabel kuasa seperti perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi, dan
kenaikan gaji.
Fiedler
menyatakan bahwa semakin baik hubungan pemimpin-anggota, pekerjaan lebih sangat
terstruktur, dan semakin kuat kekuasaan posisi, semakin kuat control yang
dimiliki pemimpin.
3. Mencocokkan
pemimpin dan situasi
Berdasarkan
penelitiannya Fiedler tersebut apabila situasi kelompok dinilai sangat tidak
menguntungkan tetapi saat itu mereka tengah dipimpin oleh seorang manajer yang
berorientasi pada hubungan, kinerja kelompok dapat ditingkatkan dengan
mengganti manajer tersebut dengan seorang manager lain yang berorientasi pada
tugas. Alternatif kedua adalah mengubah situasi agar sesuai dengan sang
pemimpin. Hal tersebut bisa dilakukan dengan merestrukturisasi tugas atau
meningkatkan kemampuan yang dimiliki pemimpin untuk mengontrol berbagai faktor
seperti kenaikan gaji, promosi dan tindakan indisipliner.
Teori
Situasional
Teori
Situasional berfokus pada para pengikut. Kepemimpinan yang sukses tergantung
pada cara pemilihan gaya kepemimpinan yang bergantung pada kesiapan
para pengikutnya. Seorang pemimpin harus memilih dari salah satu empat perilaku
pada kesiapan pengikutnya sebagai berikut :
1. Pengikut
tidak mampu dan tidak bersedia. Pemimpin harus memberikan pengarahan secara
jelas dan spesifik
2. Pengikut
tidak mampu dan bersedia. Menampilkan orientasi tugas yang tinggi yang membuat
para pengikut menuruti keinginan pemimpin
3. Pengikut
mampu namun tidak bersedia. Menggunakan gaya yang suportif dan
partisipatif
4. Pengikut
mampu dan bersedia. Pemimpin tidak perlu berbuat banyak.
Teori
Jalan – Tujuan
Teori
ini mengemukakan bahwa merupakan tugas pemimpin untuk mencapai tujuan-tujuan
mereka dan memberi pengarahan yang dibutuhkan dan dukungan untuk memastikan
bahwa tujuan mereka selaras dengan tujuan umum kelompok atau organisasi. Teori
ini mengindentifikasikan 4 perilaku kepemimpinan yaitu :
1. Pemimpin
yang direktif. Memberitahu para pengikut mengenai apa yang diharapkan mereka,
menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan, dan memberikan bimbingan
khusus terkait dengan cara penyelesaian berbagai tugas tersebut.
2. Pemimpin
yang suportif. Pemimpin yang ramah dan memperhatikan kebutuhan para pengikutnya
3. Pemimpin
yang partisipatif. Berunding dengan para pengikut dan menggunakan saran-saran
mereka sebelum mengambil keputusan
4. Pemimpin
yang berorientasi pada pencapaian. Menetapkan tujuan-tujuan yang besar dan
mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja lebih baik.
Kepemimpinan
Karismatik
Max
Weber mendefinisikan karisma berasal dari bahasa Yunani yang artinya anugerah
sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang yang membedakan mereka dari orang
kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural,
manusia super, atau paling tidak daya istimewa. Peneliti pertama yang membahas
kepemimpinan karismatik adalah Robert House, menurut teori kepemimpinan
karismatik, oleh para pengikut dipandang sebagai sikap heroik atau kepemimpinan
yang luar biasa saat mengamati perilaku tertentu.
Ir. Soekarno
6 Juni 1901 – 21 Juni
1970
Apakah
pemimpin karismatik memang terlahir dengan sifat-sifat istimewa? Atau bisakah
orang belajar menjadi pemimpin karismatik? Pemimpin yang karismatik dilahirkan
dan diciptakan. Karakteristik – karakteristik kunci dari pemimpin yang
karismatik :
v Visi dan
artikulasi, memiliki visi yang dinyatakan sebagai tujuan ideal yang menganggap
masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya
visi yang bisa dipahami orang lain
v Resiko
pribadi, bersedia mengambil resiko pribadi yang tinggi, mengeluarkan biaya
besar, dan berkorban untuk mencapai visi tersebut
v Sensitif
dengan kebutuhan bawahan, menerima kemampuan orang lain dan bertanggung jawab
atas kebutuhan dan perasaan mereka
v Perilaku yang
tidak konvensional, memiliki perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan
kebiasaan
Cara pemimpin yang karismatik mempengaruhi
para pengikutnya :
v Pernyataan
visi sang pemimpin
v Pemimpin
mengkomunikasikan ekspektasi kinerja yang tinggi dan meyakini bahwa para
bawahan bisa mencapainya
v Pemimpin
menyatakan melalui kata-kata dan tindakan, seperangkat nilai baru dan melalui
perilakunya, memberikan teladan untuk ditiru
v Pemimpin
melibatkan dirinya secara emosional dan acap kali berperilaku yang tidak biasa
untuk menunjukkan keberanian dan pendiriannya atas visi yang telah ditetapkan
Apakah kepemimpinan karismatik yang efektif
bergantung pada situasi ?
Setiap
orang yang bekerja untuk pemimpin yang karismatik termotivasi untuk bekerja dan
berusaha lebih keras serta menyukai dan menghargai pemimpin tersebut, mereka
memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Namun terdapat pula banyak bukti yang mengindikasikan
bahwa karisma mungkin tidak selalu bisa digeneralisasi : artinya efektivitasnya
bisa tergantung pada situasi. Karisma cenderung lebih sukses bila tugas si
pengikut memiliki komponen ideologis atau jika lingkungan melibatkan tingkat
stress dan ketidakpastian yang tinggi. Kepemimpinan karismatik terlihat jelas
pada kondisi seperti di dunia politik, saat perang, saat perusahaan masih dalam
tahap awal berdiri atau sedang mengalami krisis.
Sisi
gelap kepemimpinan karismatik
Sebuah
studi menunjukkan bahwa CEO yang karismatik mampu menggunkan karisma yang
mereka miliki untuk mendapatkan gaji yang tinggi meskipun kinerja mereka
biasa-biasa saja. Sayangnya, tidak semua pemimpin yang karismatik selalu
bekerja demi kepentingan organisasinya. Banyak dari pemimpin ini menggunakan
kekuasaan mereka untuk membangun perusahaan sesuai citra mereka sendiri. Mereka
sering kali mencampuradukkan batas – batas kepentingan pribadi dengan
kepentingan organisasi. Hal paling buruk, karisma yang egois ini membuat si pemimpin
menempatkan kepentingan dan tujuan –tujuan pribadi diatas tujuan organisasi.
Mereka tidak suka dikritik, dikelilingi oleh orang-orang yang senantiasa patuh
dan memiliki sikap “asal bapak senang” dan menciptakan iklim yang membuat orang
takut mempertanyakan atau menentang bila pemimpin melakukan kesalahan.
Kepemimpinan
Transaksional & Transformasional
Pemimpin
transaksional, tipe pemimpin yang mengarahkan atau memotivasi para pengikutnya
pada tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas
mereka. Pemimpin transformasional menginspirasikan para pengikutnya untuk
mengesampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka
mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para pengikutnya.
Karakteristik
kepemimpinan transaksional :
Ø Penghargaan
bersyarat : menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha,
menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus dan menyukai pencapaian yang
diperoleh
Ø Manajemen
dengan pengecualian ( aktif ) : mengamati dan mencari penyimpangan dari aturan
– aturan dan standar serta melakukan tindakan perbaikan
Ø Manajemen
dengan pengecualian ( pasif ) : dilakukan hanya jika standar tidak dicapai
Ø Laissez-Fire
: melepaskan tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan
Karakteristik
kepemimpinan transformasional :
Ø Pengaruh
yang ideal : memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, serta mendapat
respek dan kepercayaan
Ø Motivasi
yang inspirasional : mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi, menggunakan
symbol- symbol untuk berfokus pada upaya, dan menyatakan tujuan – tujuan
penting secara sederhana
Ø Stimulasi
intelektual : meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah yang
cermat
Ø Pertimbangan
yang bersifat individual : memberikan perhatian pribadi, memperlakukan masing –
masing karyawan secara individu, serta melatih dan memberikan saran
Kepemimpinan
transaksional dan transformasional hendaknya dipandang sebagai pendekatan yang
saling bertentangan, kedua jenis kepemimpinan ini saling melengkapi.
Kepemimpinan transformasional lebih unggul dari pada kepemimpinan transaksional
dan menghasilkan tingkat upaya dan kinerja yang lebih baik. Jadi apabila ada
seorang pemimpin transaksional yang baik tetapi tidak memiliki sifat-sifat
transformasional maka dia akan menjadi pemimpin yang biasa-biasa saja. Pemimpin
yang paling baik memiliki sifat transaksional dan transformasional sekaligus.
Kepemimpinan
Autentik
Pemimpin
autentik adalah pemimpin yang mengenal betul diri mereka, sangat memahami
keyakinan dan nilai – nilai yang dianutnya, serta bertindak berdasarkan nilai
dan keyakinan tersebut secara terbuka dan jujur. Parapengikutnya akan
memandang mereka sebagai orang yang etis. Karena itu kualitas utama yang
dihasilkan oleh kepemimpinan autentik adalah kepercayaan. Bagaimana
kepemimpinan autentik melahirkan kepercayaan? Dengan berbagi informasi,
mendorong komunikasi yang terbuka, dan berpegang teguh pada cita-cita mereka.
Kepercayaan
adalah ekspektasi atau pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan melalui
kata-kata, tindakan, dan kebijkan secara oportunistik. Secara oportunistik
merujuk pada resiko dan kerawanan bawaan di dalam hubungan berbasis
kepercayaan. Kepercayaan membuat kita menjadi rawan saat, misalnya membuka
informasi pribadi atau berpegan teguh pada janji orang. Pada dasarnya
kepercayaan memberikan peluang untuk kecewa atau dimanfaatkan oleh orang lain.
Lima dimensi
yang mendasari konsep kepercayaan. Integritas, merujuk pada kejujuran dan
kebenaran. Kompetensi, meliputi pengetahuan serta keahlian teknis dan
antarpersonal individu. Konsistensi, berkaitan dengan keandalan,
prediktabilitas, dan penilaian yang baik pada diri seseorang dalam menangani
situasi. Kesetiaan, adalah kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka
orang lain. Keterbukaan, apakah anda yakin orang akan mengatakan kepada anda
kebenaran yang sesungguhnya.
Tiga jenis kepercayaan adalah :
·
Kepercayaan
berbasis pencegahan. Hubungan yang paling rapuh terdapat dalam kepercayaan
berbasis pencegahan. Kepercayaan yang didasarkan pada ketakutan akan adanya
pembalasan dendam bila kepercayaan dikianati
·
Kepercayaan
berbasisi pengetahuan. Kebanyakan hubungan organisasi berakar pada kepercayaan
berbasis pengetahuan. Kepercayaan berdasarkan kemampuan untuk memprediksi
perilaku yang diperoleh dari pengalaman berinteraksi
·
Kepercayaan
berbasis identifikasi. Kepercayaan berbasis identifikasi adalah kepercayaan
berdasarkan pemahaman atas niat orang lain dan menghargai keinginan pihak lain.
Tantangan
– tantangan bagi pembentukan kepemimpinan
Bila
perusahaan sukses, orang- orang memerlukan seseorang untuk diberi penghargaan
biasanya orang ini adalah CEO perusahaan. Namun apabila perusahaan tidak
berkembang dengan baik, mereka butuh orang untuk dipersalahkan, CEO jugalah
yang harus menanggung hal ini. Tetapi banyak kesuksesan dan kegagalan
organisasi yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar kepemimpinan.
Menciptakan
Pemimpin yang Efektif
Seleksi. Keseluruhan proses yang
dilakukan perusahaan untuk mengisi posisi manajemen merupakan hal penting dalam
upaya menemukan orang yang akan menjadi pemimpin yang efektif. Pencarian akan
dimulai dengan melaah syarat-syarat khusus untuk posisi yang akan diisi.
Pengetahuan, keahlian, dan kemampuan seperti apa yang mereka butuhkan untuk
melaksanakan tugas tersebut secara efektif. Ujian sangat berguna untuk
menemukan dan memilih pemimpin. Wawancara juga memberikan peluang untuk
mengevaluasi calon pemimpin. Wawancara juga merupakan sarana yang baik untuk
mengidentifikasi sifat-sifat kepemimpinan dari masing-masing calon.
Pelatihan. Pelatihan kepemimpinan
dalam berbagai bentuk cenderung lebih berhasil pada orang – orang yang memiliki
kesadaran diri yang lebih tinggi dibandingkan yang rendah. Orang-orang seperti
ini memiliki fleksibilitas untuk mengubah perilaku mereka. Terbukti bahwa
pelatihan perilaku melalui latihan pemodelan bisa meningkatkan kemampuan
seseorang untuk menampilkan sifat-sifat kepemimpinan yang karismatik. Selain
itu, pemimpin bisa diajari keahlian dalam menganalisa situasi. Mereka bisa
belajar bagaimana mengevaluasi situasi, memodifikasi situasi agar lebih sesuai
dengan gaya mereka, dan menilai perilaku yang mungkin efektif dalam
situasi tertentu.
Kesimpulan
Organisasi
semakin membutuhkan para manajer yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan
transformasional. Mereka memerlukan pemimpin yang memiliki visi dan karisma
untuk melaksanakan visi tersebut. Manajer efektif saat ini harus mengembangkan
hubungan yang dilandaskan atas kepercayaan pada orang-orang yang akan mereka
pimpin. Karena apabila organisasi menjadi kurang stabil dan kurang bisa
diprediksi, ikatan kepercayaan yang kuat cenderung menggantikan aturan
birokrasi dalam mendefinisikan ekspektasi dan hubungan. Manajer yang tidak
dipercaya adalah menajer yang tidak efektif. Selain berfokus pada seleksi
kepemimpinan, manajer juga harus mempertimbangkan investasi dalam pelatihan
kepemimpinan. Banyak orang dengan potensi kepemimpinan bisa meningkatkan
ketrampilan mereka melalui berbagai kursus formal, lokarya, rotasi tanggung
jawab pekerjaan, pelatihan, dan mentoring.
No comments:
Post a Comment