Monday 20 June 2016

TEORI KEPIMPINAN


TEORI KEPIMPINAN
Apa itu kepemimpinan ?

Kepemimpinan dan manajemen adalah dua istilah yang acap kali membingungkan. Tidak semua pemimpin adalah manajer, sedangkan dalam hal ini semua manajer adalah pemimpin. Manajemen terkait dengan usaha menangani kompleksitas. Manajemen yang baik menghasilkan keteraturan dan konsitensi dengan cara mempersiapkan rencana formal, merancang struktur organisasi yang kuat, dan memonitor hasil berdasarkan rencana. Hanya saja karena sebuah organisasi mengangkat manajer dengan hak formal tertentu tetapi tidak ada jaminan mereka akan memimpin secara efektif. Sebaliknya kepemimpinan berkaitan dengan perubahan. Pemimpin menentukan arah dengan cara mengembangkan suatu visi masa depan, kemudian mereka menyatukan orang-orang dengan mengkomunikasikan visi lain dan menginspirasi mereka untuk mengatasi berbagai rintangan. Kita mendefinikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian visi atau serangkaian tujuan.

Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat agar efektivitasnya optimal. Di dunia yang dinamis sekarang, kita membutuhkan pemimpin yang berani menentang status quo, menciptakan visi masa depan, dan mengilhami angota-anggota organisasi untuk secara sukarela mencapai visi tersebut. Organisasi juga membutuhkan para manajer untuk merumuskan rencana yang mendetail, menciptakan struktur organisasi yang efisien, dan mengawasi operasi sehari-hari.

Mari sekarang kita lihat beberapa teori-teori yang membahas dan telah meneliti mengenai kepemimpinan.

Teori Sifat

Teori sifat kepemimpinan membedakan pemimpin dan bukan pemimpin dengan berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi. Beberapa contoh sifat – sifat kepemimpinan yang terlihat dalam seorang tokoh pemimpin antara lain :

1.                  Tegas, berani
2.                  Kreatif dan fleksibel
3.                  Konsisten, disiplin
4.                  Terbuka, mudah bergaul


Hasil carian imej untuk mahatma gandhi 
Mahatma Gandhi
2 Oktober 1869 – 30 Januari 1948

Beberapa kajian menunjukkan bahwa sifat lain yang kiranya menunjukkan kepemimpinan yang efektif adalah Kecerdasan Emosional ( Emotional Intelligence – EI ) yang menyatakan bahwa dimana tanpa EI, seseorang bisa saja mempunyai pendidikan yang luar biasa, kemampuan analisis yang tajam, visi yang hebat dan ide- ide cemerlang tetapi tidak bisa menjadi pemimpin yang besar. Salah satu komponen EI adalah empati. Pemimpin yang mempunyai sifat empati bisa merasakan kebutuhan orang lain, mendengan apa yang dikatakan dan tidak diucapkan oleh anak buahnya dan mampu membaca reaksi orang lain.

Berdasarkan temuan-temuan terakhir, ada dua kesimpulan mengenai teori sifat :
1.      Sifat memang dapat memprediksi kepemimpinan
2.  Sifat- sifat kepemimpinan lebih baik dalam memprediksi munculnya pemimpin dan tampilnya kepemimpinan daripada membedakan antara pemimpin yang efektif dan tidak efektif.

Teori Perilaku

Kegagalan teori sifat kepemimpinan yang sebelumnya mendorong para peneliti pada akhir tahun 1940-an hingga 1960-an mengambil langkah yang berbeda, dimana mereka mulai melihat perilaku- perilaku yang ditampilkan oleh pemimpin tertentu. Mereka bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang unik dalam cara pemimpin yang efektif berperilaku? Teori perilaku adalah teori – teori yang mengemukakan bahwa beberapa perilaku tertentu membedakan pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin.

Dalam kajian dari Ohio State University yang berusaha mengidentifikasi dimensi independen dari perilaku pemimpin. Berdasar kajian tersebut, ada dua dimensi utama dari teori perilaku kepemimpinan yang dideskripsikan oleh karyawan adalah sebagai berikut :
1.                  Dimensi struktur awal yaitu seorang pemimpin yang mempunyai struktur awal yang tinggi adalah seorang pemimpin yang “memberikan anggota kelompok nya tugas – tugas tertentu”, “ mengharapkan pekerja untuk mempertahankan standar kinerja tertentu”, “menekankan pentingnya batas waktu”. Jenis perilaku kepemimpinan ini mencoba untuk mengatur pekerjaan, hubungan kerja, dan tujuan.
2.                  Tenggang rasa, dideskripsikan sebagai tingkat sampai mana seorang pemimpin akan memiliki hubungan pekerjaan yang ditandai oleh kesalingpercayaan, rasa hormat akan ide – ide dan perasaan anak buahnya. Pemimpin yang mempunyai rasa tenggang rasa tinggi akan membantu karyawan dengan masalah pribadi mereka, ramah dan tidak sungkan untuk mendekati, memperlakukan semua karyawan adalah adil, dan mengungkapkan apresiasi dan dukungan.

Dalam kajian University of Michigan, dilakukan penelitian yang bertujuan menemukan karakteristik – karakteristik perilaku dari pemimpin yang dianggap berhubungan dengan ukuran efektifitas kinerja. Dari penelitian ini menghasilkan dua dimensi perilaku kepemimpinan :
1.      Pemimpin yang berorientasi karyawan
Pemimpin ini menekankan hubungan antar personal mementingkan kebutuhan para karyawan, dan menerima perbedaan individual di antara para anggota.
2.      Pemimpin yang berorientasi produksi
Pemimpin ini menekankan aspek –aspek teknis atau tugas dari pekerjaan. Perhatian utama mereka adalah penyelesaian tugas-tugas kelompok dan anggota kelompok adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Kesimpulan dari kajian ini dengan tegas menganjurkan kepemimpinan yang berorientasi karyawan dalam perilaku mereka. Pemimpin yang berorientasi karyawan terkait dengan produktivitas kelompok yang lebih tinggi dan kepuasan kerja yang lebih baik sebaliknya pemimpin yang berorientasi produksi cenderung mempunyai tingkat produktivitas rendah dan tingkat kepuasan kerja yang buruk.

Teori Kemungkinan

Hubungan antara gaya dengan efektivitas kepemimpinan menunjukkan bahwagaya kepemimpinan x tepat untuk kondisi a , sementara gaya y akan lebih sesuai dengan kondisi b, dan gaya z untuk kondisi c. Terdapat beberapa model pendekatan dalam teori ini yaitu :
1.                  Model Fiedler
2.                  Teori Situasional
3.                  Model Jalan – Tujuan

Model Fiedler

Model ini dikembangkan oleh Fred Fiedler, menyatakan bahwa kinerja kelompok yang efektif tergantung pada kesesuaian antara gaya pemimpin dan sejauh mana situasi tersebut memiliki kendali kepada pemimpin tersebut.
Langkah – langkah dalam model Fiedler :
1.      Mengidentifikasi gaya kepemimpinan.
Fiedler meyakini bahwa salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil adalah gaya kepemimpinan dasar seorang individu. Fiedler menciptakan kuesioner Least Preferred Co-Worker (LPC ) yaitu suatu instrument yang digunakan untuk mengukur apakah seorang berorientasi tugas atau hubungan.
Apabila rekan kerja yang paling disukai dideskripsikan dalam pengertian relatif positif ( LPC tinggi ), respon tersebut berarti ingin menjalin hubungan pribadi yang baik dengan rekan kerjannya itu. >> Berorientasi pada hubungan
Apabila rekan kerja yang paling tidak disukai dinilai relatif tidak baik ( LPC rendah ), responden tersebut tertarik pada produktifitas dan karenanya akan. >> Berorientasi tugas.
Fiedler menyatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang bersifat tetap dan tidak berubah.

2.      Memahami situasi
Setelah menaksir gaya kepemimpinan seseorang melalui kuesioner LPC, kita harus memahami kepemimpinan dengan situasinya. Fiedler mengidentifikasi 3 faktor situasional  yang menentukan efektifitas kepemimpinan yaitu :
a.       Hubungan Pemimpin – Anggota. Tingkat kepatuhan, kepercayaan, dan rasa hormat para anggota terhadap pemimpin mereka
b.      Struktur Tugas. Tingkat sejauh mana menentukan pekerjaan diproseduralkan ( yaitu terstruktur dan tidak terstruktur )
c.       Kekuatan Posisi. Tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin atas variabel –variabel kuasa seperti perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi, dan kenaikan gaji.
Fiedler menyatakan bahwa semakin baik hubungan pemimpin-anggota, pekerjaan lebih sangat terstruktur, dan semakin kuat kekuasaan posisi, semakin kuat control yang dimiliki  pemimpin.

3.      Mencocokkan pemimpin dan situasi
Berdasarkan penelitiannya Fiedler tersebut apabila situasi kelompok dinilai sangat tidak menguntungkan tetapi saat itu mereka tengah dipimpin oleh seorang manajer yang berorientasi pada hubungan, kinerja kelompok dapat ditingkatkan dengan mengganti manajer tersebut dengan seorang manager lain yang berorientasi pada tugas. Alternatif kedua adalah mengubah situasi agar sesuai dengan sang pemimpin. Hal tersebut bisa dilakukan dengan merestrukturisasi tugas atau meningkatkan kemampuan yang dimiliki pemimpin untuk mengontrol berbagai faktor seperti kenaikan gaji, promosi dan tindakan indisipliner.

Teori Situasional

Teori Situasional berfokus pada para pengikut. Kepemimpinan yang sukses tergantung pada cara pemilihan gaya kepemimpinan yang bergantung pada kesiapan para pengikutnya. Seorang pemimpin harus memilih dari salah satu empat perilaku pada kesiapan pengikutnya sebagai berikut :
1.      Pengikut tidak mampu dan tidak bersedia. Pemimpin harus memberikan pengarahan secara jelas dan spesifik
2.      Pengikut tidak mampu dan bersedia. Menampilkan orientasi tugas yang tinggi yang membuat para pengikut menuruti keinginan pemimpin
3.      Pengikut mampu namun tidak bersedia. Menggunakan gaya yang suportif dan partisipatif
4.      Pengikut mampu dan bersedia. Pemimpin tidak perlu berbuat banyak.

Teori Jalan – Tujuan

Teori ini mengemukakan bahwa merupakan tugas pemimpin untuk mencapai tujuan-tujuan mereka dan memberi pengarahan yang dibutuhkan dan dukungan untuk memastikan bahwa tujuan mereka selaras dengan tujuan umum kelompok atau organisasi. Teori ini mengindentifikasikan 4 perilaku kepemimpinan yaitu :
1.      Pemimpin yang direktif. Memberitahu para pengikut mengenai apa yang diharapkan mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan, dan memberikan bimbingan khusus terkait dengan cara penyelesaian berbagai tugas tersebut.
2.      Pemimpin yang suportif. Pemimpin yang ramah dan memperhatikan kebutuhan para pengikutnya
3.      Pemimpin yang partisipatif. Berunding dengan para pengikut dan menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil keputusan
4.      Pemimpin yang berorientasi pada pencapaian. Menetapkan tujuan-tujuan yang besar dan mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja lebih baik.

Kepemimpinan Karismatik

Max Weber mendefinisikan karisma berasal dari bahasa Yunani yang artinya anugerah sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya istimewa. Peneliti pertama yang membahas kepemimpinan karismatik adalah Robert House, menurut teori kepemimpinan karismatik, oleh para pengikut dipandang sebagai sikap heroik atau kepemimpinan yang luar biasa saat mengamati perilaku tertentu.


Ir. Soekarno
                                                  6 Juni 1901 – 21 Juni 1970                    

Apakah pemimpin karismatik memang terlahir dengan sifat-sifat istimewa? Atau bisakah orang belajar menjadi pemimpin karismatik? Pemimpin yang karismatik dilahirkan dan diciptakan. Karakteristik – karakteristik kunci dari pemimpin yang karismatik :
v     Visi dan artikulasi, memiliki visi yang dinyatakan sebagai tujuan ideal yang menganggap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang bisa dipahami orang lain
v     Resiko pribadi, bersedia mengambil resiko pribadi yang tinggi, mengeluarkan biaya besar, dan berkorban untuk mencapai visi tersebut
v     Sensitif dengan kebutuhan bawahan, menerima kemampuan orang lain dan bertanggung jawab atas kebutuhan dan perasaan mereka
v     Perilaku yang tidak konvensional, memiliki perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan kebiasaan

Cara pemimpin yang karismatik mempengaruhi para pengikutnya :
v     Pernyataan visi sang pemimpin
v     Pemimpin mengkomunikasikan ekspektasi kinerja yang tinggi dan meyakini bahwa para bawahan bisa mencapainya
v     Pemimpin menyatakan melalui kata-kata dan tindakan, seperangkat nilai baru dan melalui perilakunya, memberikan teladan untuk ditiru
v     Pemimpin melibatkan dirinya secara emosional dan acap kali berperilaku yang tidak biasa untuk menunjukkan keberanian dan pendiriannya atas visi yang telah ditetapkan

Apakah kepemimpinan karismatik yang efektif bergantung pada situasi ?

Setiap orang yang bekerja untuk pemimpin yang karismatik termotivasi untuk bekerja dan berusaha lebih keras serta menyukai dan menghargai pemimpin tersebut, mereka memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Namun terdapat pula banyak bukti yang mengindikasikan bahwa karisma mungkin tidak selalu bisa digeneralisasi : artinya efektivitasnya bisa tergantung pada situasi. Karisma cenderung lebih sukses bila tugas si pengikut memiliki komponen ideologis atau jika lingkungan melibatkan tingkat stress dan ketidakpastian yang tinggi. Kepemimpinan karismatik terlihat jelas pada kondisi seperti di dunia politik, saat perang, saat perusahaan masih dalam tahap awal berdiri atau sedang mengalami krisis.

Sisi gelap kepemimpinan karismatik

Sebuah studi menunjukkan bahwa CEO yang karismatik mampu menggunkan karisma yang mereka miliki untuk mendapatkan gaji yang tinggi meskipun kinerja mereka biasa-biasa saja. Sayangnya, tidak semua pemimpin yang karismatik selalu bekerja demi kepentingan organisasinya. Banyak dari pemimpin ini menggunakan kekuasaan mereka untuk membangun perusahaan sesuai citra mereka sendiri. Mereka sering kali mencampuradukkan batas – batas kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi. Hal paling buruk, karisma yang egois ini membuat si pemimpin menempatkan kepentingan dan tujuan –tujuan pribadi diatas tujuan organisasi. Mereka tidak suka dikritik, dikelilingi oleh orang-orang yang senantiasa patuh dan memiliki sikap “asal bapak senang” dan menciptakan iklim yang membuat orang takut mempertanyakan atau menentang bila pemimpin melakukan kesalahan.

Kepemimpinan Transaksional & Transformasional

Pemimpin transaksional, tipe pemimpin yang mengarahkan atau memotivasi para pengikutnya pada tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Pemimpin transformasional menginspirasikan para pengikutnya untuk mengesampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para pengikutnya.

Karakteristik kepemimpinan transaksional :
Ø      Penghargaan bersyarat : menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus dan menyukai pencapaian yang diperoleh
Ø      Manajemen dengan pengecualian ( aktif ) : mengamati dan mencari penyimpangan dari aturan – aturan dan standar serta melakukan tindakan perbaikan
Ø      Manajemen dengan pengecualian ( pasif ) : dilakukan hanya jika standar tidak dicapai
Ø      Laissez-Fire : melepaskan tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan
Karakteristik kepemimpinan transformasional :
Ø      Pengaruh yang ideal : memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, serta mendapat respek dan kepercayaan
Ø      Motivasi yang inspirasional : mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi, menggunakan symbol- symbol untuk berfokus pada upaya, dan menyatakan tujuan – tujuan penting secara sederhana
Ø      Stimulasi intelektual : meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah yang cermat
Ø      Pertimbangan yang bersifat individual : memberikan perhatian pribadi, memperlakukan masing – masing karyawan secara individu, serta melatih dan memberikan saran

Kepemimpinan transaksional dan transformasional hendaknya dipandang sebagai pendekatan yang saling bertentangan, kedua jenis kepemimpinan ini saling melengkapi. Kepemimpinan transformasional lebih unggul dari pada kepemimpinan transaksional dan menghasilkan tingkat upaya dan kinerja yang lebih baik. Jadi apabila ada seorang pemimpin transaksional yang baik tetapi tidak memiliki sifat-sifat transformasional maka dia akan menjadi pemimpin yang biasa-biasa saja. Pemimpin yang paling baik memiliki sifat transaksional dan transformasional sekaligus.

Kepemimpinan Autentik

Pemimpin autentik adalah pemimpin yang mengenal betul diri mereka, sangat memahami keyakinan dan nilai – nilai yang dianutnya, serta bertindak berdasarkan nilai dan keyakinan tersebut secara terbuka dan jujur. Parapengikutnya akan memandang mereka sebagai orang yang etis. Karena itu kualitas utama yang dihasilkan oleh kepemimpinan autentik adalah kepercayaan. Bagaimana kepemimpinan autentik melahirkan kepercayaan? Dengan berbagi informasi, mendorong komunikasi yang terbuka, dan berpegang teguh pada cita-cita mereka.

Kepercayaan adalah ekspektasi atau pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan melalui kata-kata, tindakan, dan kebijkan secara oportunistik. Secara oportunistik merujuk pada resiko dan kerawanan bawaan di dalam hubungan berbasis kepercayaan. Kepercayaan membuat kita menjadi rawan saat, misalnya membuka informasi pribadi atau berpegan teguh pada janji orang. Pada dasarnya kepercayaan memberikan peluang untuk kecewa atau dimanfaatkan oleh orang lain.

Lima dimensi yang mendasari konsep kepercayaan. Integritas, merujuk pada kejujuran dan kebenaran. Kompetensi, meliputi pengetahuan serta keahlian teknis dan antarpersonal individu. Konsistensi, berkaitan dengan keandalan, prediktabilitas, dan penilaian yang baik pada diri seseorang dalam menangani situasi. Kesetiaan, adalah kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka orang lain. Keterbukaan, apakah anda yakin orang akan mengatakan kepada anda kebenaran yang sesungguhnya.

            Tiga jenis kepercayaan adalah :
·                     Kepercayaan berbasis pencegahan. Hubungan yang paling rapuh terdapat dalam kepercayaan berbasis pencegahan. Kepercayaan yang didasarkan pada ketakutan akan adanya pembalasan dendam bila kepercayaan dikianati
·                     Kepercayaan berbasisi pengetahuan. Kebanyakan hubungan organisasi berakar pada kepercayaan berbasis pengetahuan. Kepercayaan berdasarkan kemampuan untuk memprediksi perilaku yang diperoleh dari pengalaman berinteraksi
·                     Kepercayaan berbasis identifikasi. Kepercayaan berbasis identifikasi adalah kepercayaan berdasarkan pemahaman atas niat orang lain dan menghargai keinginan pihak lain.

Tantangan – tantangan bagi pembentukan kepemimpinan

Bila perusahaan sukses, orang- orang memerlukan seseorang untuk diberi penghargaan biasanya orang ini adalah CEO perusahaan. Namun apabila perusahaan tidak berkembang dengan baik, mereka butuh orang untuk dipersalahkan, CEO jugalah yang harus menanggung hal ini. Tetapi banyak kesuksesan dan kegagalan organisasi yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar kepemimpinan.

Menciptakan Pemimpin yang Efektif

Seleksi. Keseluruhan proses yang dilakukan perusahaan untuk mengisi posisi manajemen merupakan hal penting dalam upaya menemukan orang yang akan menjadi pemimpin yang efektif. Pencarian akan dimulai dengan melaah syarat-syarat khusus untuk posisi yang akan diisi. Pengetahuan, keahlian, dan kemampuan seperti apa yang mereka butuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut secara efektif. Ujian sangat berguna untuk menemukan dan memilih pemimpin. Wawancara juga memberikan peluang untuk mengevaluasi calon pemimpin. Wawancara juga merupakan sarana yang baik untuk mengidentifikasi sifat-sifat kepemimpinan dari masing-masing calon.

Pelatihan. Pelatihan kepemimpinan dalam berbagai bentuk cenderung lebih berhasil pada orang – orang yang memiliki kesadaran diri yang lebih tinggi dibandingkan yang rendah. Orang-orang seperti ini memiliki fleksibilitas untuk mengubah perilaku mereka. Terbukti bahwa pelatihan perilaku melalui latihan pemodelan bisa meningkatkan kemampuan seseorang untuk menampilkan sifat-sifat kepemimpinan yang karismatik. Selain itu, pemimpin bisa diajari keahlian dalam menganalisa situasi. Mereka bisa belajar bagaimana mengevaluasi situasi, memodifikasi situasi agar lebih sesuai dengan gaya mereka, dan menilai perilaku yang mungkin efektif dalam situasi tertentu.

Kesimpulan


Organisasi semakin membutuhkan para manajer yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan transformasional. Mereka memerlukan pemimpin yang memiliki visi dan karisma untuk melaksanakan visi tersebut. Manajer efektif saat ini harus mengembangkan hubungan yang dilandaskan atas kepercayaan pada orang-orang yang akan mereka pimpin. Karena apabila organisasi menjadi kurang stabil dan kurang bisa diprediksi, ikatan kepercayaan yang kuat cenderung menggantikan aturan birokrasi dalam mendefinisikan ekspektasi dan hubungan. Manajer yang tidak dipercaya adalah menajer yang tidak efektif. Selain berfokus pada seleksi kepemimpinan, manajer juga harus mempertimbangkan investasi dalam pelatihan kepemimpinan. Banyak orang dengan potensi kepemimpinan bisa meningkatkan ketrampilan mereka melalui berbagai kursus formal, lokarya, rotasi tanggung jawab pekerjaan, pelatihan, dan mentoring.